Mendidik vs Melatih
Alangkah syahdu
menjadi kepompong; berkarya
dalam diam, bertahan dalam kesempitan. Tetapi apabila tiba waktu menjadi
kupu-kupu, tak ada pilihan selain terbang menari; melantun kebaikan diantara bunga,
menebar keindahan pada dunia. Dan anginpun memeluknya dalam sejuk dan wangi
surga.
Alangkah damai
menjadi bebijian; bersembunyi di kegelapan, menanti siraman hujan, menggali
hunjaman dalam-dalam. Tapi bila tiba
saat untuk tumbuh dan mekar, tak ada pilihan kecuali menyeruak menampilkan
diri; bercecabang menggapai langit, membagikan buah manis di tiap musim pada
segenap penghuni bumi. Dan matahari pun mendekapnya, dalam hangat serta cahaya.[1]
Mengawali ringkasan acara PDA, kami sedikit mengutip
sebuah cerita dari buku yang judulnya “setengah isi setengah kosong”. Judul
ceritanya adalah HUKUMAN.
Dikisahkan
sepasang suami istri yang bekerja meninggalkan anaknya yang berusia 3 tahun
bernama Ita, bersama sang pembantu di rumah. Namanya juga anak-anak yang suka
mengeksplorasi diri, Ita pun demikian. Sambil bermain dia mencoret-coret tanah
di halaman dengan lidi. Puas mencoret tanah, sebuah paku berkarat dan mulai
mencoba untuk menggores-gores mobil ayahnya yang berwarna hitam, maka, penuhlah
mobil tersebut dengan coretan gambar Ita.
Begitu ayahnya
pulang, dengan bangga Ita memberitahu tentang gambar-gambar yang sudah dibuat
di mobil baru ayahnya tersebut. Bukan pujian yang diterimanya, melainkan
kemarahan yang sangat besar. Pertama kali yang keba damparat adalah sang
pembantu karena dianggap tidak mengawasi Ita dirumah. Baru giliran anaknya yang
dihukum. Demi kedisiplinan anak, maka si ayah mengajarkan anaknya, tidak hanya
dengan kata-kata, tetapi dengan pukulan. Dipukullah kedua telapak tangan anaknya dengan apa saja
yang ditemukan di situ. Disertai luapan emosi yang tidak terkendali.
“ ampun, ‘bah!
Sakit … sakit, ampun!” jerit Ita sambil menahan sakit di tangannya yang sudah
mulai berdarah-darah. Si ibu hanya diam saja, seolah-olah merestui tindakan
disiplin yang ditegakkan suaminya.
Puas menghajar
anaknya, si ayah menyuruh pembantu untuk membawa Ita ke kamarnya. Dengan hati
yang teriris, sang pembantu membawa Ita ke kamarnya. Sore hari ketika
dimandikan, ita menjerit-jerit menahan pedih. Esoknya tangan Ita mulai
membengkak, sementara ayah ibunya tetap bekerja seperti baisa. Ketika
dilaporkan oleh pembantunya, ibu Ita hanya mengatakan “oleskan obat saja!”
Karena sudah
terlalu lama dibiarkan begitu saja, suatu malam Ita mulai semakin melemah dan
panasnya pun makin tinggi, buru-buru mereka membawa Ita ke rumah sakit. Dokter
mengusulkan agar kedua tangan anak itu diamputasi karena infeksi yang sudah
terlalu parah sehingga tidak ada pilihan lain, untuk menyelamatkan nyawa Ita,
tangannya harus diamputasi, ucap sang dokter.
Mendengar berita
ini, orang tua Ita bagai disambar petir.
Dengan air mata berurai mereka menandatangani surat persetujuan anak yang
paling dikasihinya.
Setelah sadar
dari pembiusan operasinya, Ita terbangun sambil menahan sakit dan bingung
melihat tangannya dibalut dengan kain putih. Sambil menahan rasa sakit, Ita
berkata kepada kepada orang tuanya, “ Abah…. Mama, Ita tidak akan melakukannya
lagi…. Ita sayang abah, sayang mama, juga sayang bibi. Ita minta ampun sudah
mencoret-coret mobil abah!” mereka semakin menangis mendengar kata-kata Ita
tersebut.
“Bah, sekarang
tolong kembalikan tangan Ita, untuk apa diambil. Ita janji tidak akan
melakukannya lagi. Bagaimana nanti kalau Ita mau main dengan teman-teman karena
tangan Ita sudah diambil. Abah…mama, tolong kembaliin, pinjam sebentar saja.
Ota mau menyalami Abah, Mama, dan Bibi untuk minta maaf!” Menyesal bagi kedua
orangtua Ita sudah tidak berguna, nasi sudah menjadi bubur.[2]
Pemberian hukuman
memang merupakan salah satu alat yang ampuh untuk menegakkan disiplin seseorang, baik dilingkungan keluarga atau
sekolah. Hukuman yang efektif dan waktu yang tepat akan menghasilkan dampak
perubahan tingkah laku yang optimal. Pemberian hukuman seyogyanya tidak
mengamputasi motivasi seseorang melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri,
keluarga maupun sekolah. Di sini keteladanan di mulai.
Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Mari pelihara kesuciannya dengan memperbaiki
sikap kita pada mereka. Memperhatikan, berbicara, mengarahkan dan mengingatkan mereka
dengan penuh kecintaan. Semoga dengan sikap kita yang suci, lebih mudah pula
kesucian mereka terpelihara. Mari latih anak-anak kita menghargai benda milik
orang lain,, disiplin melahirkan akhlak, meluangkan waktu lebih banyak dengan
anak, memberikan kebahagiaan bagi anak dengan membebaskan anak sepanjang tidak
membahayakan dirinya, merugikan orang lain, melanggar hukum Negara dan agama.
Jadilah orang tua
dan pendidik yang tidak akan pernah
berbohong dan ingkar janji, ketika berkata tidak akan bertindak tidak, Jika
anak berlebihan kita harus membuat batasan yang jelas dan konsekuensi yang
jelas.
Mari jadi orang
tua dan pendidik pembelajar, yang selalu mengerti akan kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki anak. Teruslah nikmati dan jalani
proses hidup dan kehidupan, karena tidak ada yang instan, semua butuh
proses. Karena akan terasa dan nampak
jelas berbeda antara orang tua yang
belajar dengan yang tidak belajar
Mari perbaiki
cara mendidik kita menjadi baik, lebih
baik serta menjadi pendidik dan orang
tua yang terbaik buat anak-anak kita. Sebab sesuatu yang baik bermula dengan
niat yang baik dan cara yang baik pula.
Agar kita menjadi pendidik dan orang tua yang tidak hanya sukses tapi
juga menjadi orang tua dan pendidik
bahagia “menikmati apa yang dilakukan dan mendapatkan apa yang
diinginkan.
Mempercayai yang
terbaik dalam diri seseorang (anak) akan menarik keluar yang terbaik dari
mereka berbagi senyum kecil dan pujian sederhana mungkin saja amengalirkan ruh
baru di jiwa-jiwa mereka, agar mereka anak-anak kita kembali percaya bahwa dia berhak dan layak
berbuat baik.
Ada banyak hal
yang tak pernah kita minta tapi Allah tiada alpa untuk menyediakannya untuk
kita seperti nafas sejuk, air segar, hangat mentari, dan anak-anak yang
bertabur bakat serta berjuta mimpi. Jika demikian, atas do’a-do’a yang kita
panjatkan bersiaplah untuk di ijabah lebih dari apa yang kita mohonkan. Semoga
kita menjadi pendidik dan orang tua shaleh, sukses dan bahagia. Amin Allahumma
amin.
Komentar
Posting Komentar