Program Disiplin Anak (Disiplin Bangsa Bermula dari Disiplin Keluarga)

Disiplin itu melahirkan akhlaq untuk manusia. Kedisiplinan akan membentuk sebuah keteraturan dalam kehidupan. Dan semua itu berawal dari keluarga, keluarga adalah pemberi pendidikan dasar untuk anak, pemberi contoh untuk pembentukan karakter bagi anak, anak akan meniru apa yang ia lihat, yaitu dari kedua orang tuanya. Karena pada dasarnya setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah/suci, karenanya kita sebagai orang tua tentu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Jika kita salah dalam mendidiknya, tentu akan menimbulkan dampak yang tidak baik untuk masa depannya. Dalam hal ini program mendisiplinkan anak dapat membantu pembentukan karakter yang baik.
Tidak dapat dipungkiri banyak perilaku anak yang terkadang membuat kita jengkel, kesal, marah dan sedih. Contohnya, suka berkelahi, rewel/cengeng, suka jajan, berbicara kotor, ngamuk, melawan, dan konsumtif mainan, dll yang dikarenakan sebab-sebab tertentu. Tapi jika orang tua mampu memahami dan mensiasatinya tentu perilaku tersebut lambat laun akan berubah menjadi lebih baik. Berdasarkan tingkat usianya, setiap anak tentu memiliki hak dan kebebasan untuk melakukan berbagai perilaku yang ia inginkan, baik itu ke arah yang positif ataupun negatif. Karena itu orang tua harus benar-benar memahami setiap perilaku yang di timbulkan oleh anak. Jika perilaku yang ditimbulkan cenderung ke arah yang negatif dan sudah diluar kewajaran seperti masalah diatas, maka kita sebagai orang tua wajib memberi batasan-batasan tertentu kepada anak. Salah satunya dengan program disiplin anak ini. Kedisiplinan dapat ditegakkan hanya dengan ketegasan dan konsisten dari orang tua untuk menjalankannya. Salah satu cara mendisiplinkan anak adalah dengan cara menyusun daftar SOP (Standar Operasional) yang jelas bersama anak berdasarkan musyawarah dan kesepakatan bersama, juga konsekuensi-konsekuensi yang jelas apabila kesepakatan itu dilanggar. Contoh: Masalah konsumtif mainan. Buat batasan dan kesepakatan kapan waktu yang bisa beli mainan. Misal 1 bulan sekali, tentukan juga ditanggal berapa boleh membeli mainan. Jika si anak meminta beli mainan di jadwal yang tidak ditentukan, maka kita wajib menjalankan konsekuensi yang sudah disepakati sebelumnya. Misalnya, dicabut haknya untuk tidak jajan selama 7 hari di rumah dan di sekolah. Yang perlu diingat, boleh kita membelikan mainan tapi sebagai hadiah, bukan disaat anak meminta, itu adalah rezeki untuknya.
Pemberian batasan dan konsekuensi tersebut adalah untuk perilaku anak yang sudah lebih dari batas kewajaran, tetapi jika masih dalam batas kewajaran tidak perlu melakukan kedua hal tersebut. Memberi konsekuensi ada 2 cara: 1) Dicabut hak anak, 2) Isolasi. Konsep konsekuensi ini sifatnya harus merugikan, tidak boleh berbentuk kebaikan, tidak mempermalukan, tidak berbentuk kekerasan, konsekuensi harus disepakati/dibicarakan terlebih dahulu, dan disesuaikan dengan tingkat usia atau perbuatan. Isolasi dapat dilakukan jika memang konsekuensi tidak berlaku atau tidak mempan untuk merubah perilakunya. Misalnya, dikeluarkan dari rumah dengan ada hijabnya, dimasukkan kekamarnya dan dikunci, duduk/berdiri disudut ruangan tanpa ada hijab, dikurung dikamar mandi atau gudang. Dalam hal ini kita tidak boleh berbohong dan ingkar janji dari yang sudah kita sepakati bersama anak, ketika kita mengatakan “tidak” maka tindakan kita adalah “tidak”, meskipun ditantang dengan tangisan, teriakan, amukan, makian, dan ancaman. Kita harus tetap tegas dan konsisten.
Berdasarkan perilakunya, tentu tidak semua anak cenderung untuk berperilaku negatif seperti yang dipaparkan diatas. Tentu ada juga perilaku anak yang cenderung bersifat ke arah yang positif, tergantung cara dan pola asuh yang diberikan dari kedua orang tuanya. Jika anak cenderung berperilaku positif, maka kita sebagai orang tua tetap melakukan pengawasan untuknya, tidak pelit untuk memberikan pujian, memberikan motivasi-motivasi yang baik, memberi perhatian penuh untuk perkembangannya, memberikan kebebasan sepanjang tidak berlebihan, dan meluangkan waktu bersama anak. Meluangkan waktu bersama anak ini banyak sekali memberi manfaat dan pengaruh bagi si anak, disana mereka bisa merasakan kedekatan dengan orang tuanya, bisa bercerita, waktu yang tepat pula bagi orang tua untuk memberi kata-kata positif untuk anak, juga saling bersenda gurau. Apakah kebersamaan orang tua dan anak ini harus berlangsung lama? Tentu tidak, minimal 30 menit saja, karena biar bagaimanapun anak tentu lebih suka bermain, dan melakukan kegiatan yang ia sukai selain bersama ayah dan ibunya. Kebersamaan orang tua dengan anaknya tentu tidak dibarengi dengan memegang handphone, laptop, cucian, masak, dll. Tetapi waktu khusus yang kita sediakan untuknya.
Seandainya setelah kelahiran anak orang tua sudah siap mendidik anaknya dengan cara yang lebih baik, sudah memahami konsep mendidik anak yang sesungguhnya, tentu perilaku-perilaku buruk atau negatif tersebut tidak akan muncul. Karena pada dasarnya setiap anak yang lahir ke dunia adalah dalam keadaan fitrah/suci. Tercantum dalam Q.S 7:172. Maka kita sebagai orang tua wajib memberikan pendidikan yang baik untuk anak kita. Semoga kita semua bisa terus memperbaiki diri. Wallahua’lam bissawaf.


Takengon, 30 Januari 2014
Eni Sri Hastuti, S. Pd 
(Guru Konseling SD IT Cendekia Takengon)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SD IT Cendekia sekolahnya anak-anak juara

Tadabbur Surat Adh-Dhuha (Waktu Dhuha): Belajar Bersyukur